Jumat, 01 Juli 2011

Korean, im in love

Tumpukan barang telah dikemas dalam sebuah tas serta koper siap untuk dimasukan bagasi mobil. Inilah saat yang aku tunggu akhirnya menjadi kenyataan, aku terpilih sebagai 10 mahasiswi terbaik se-indonesia dan dapat berkesempatan untuk study banding ke Korea, negara yang saya impikan sejak duduk di bangku SMA, keindahan alam dan pemandangan ketika musim semi tiba, serta mantel yang tebal menyelimuti tubuh yang terasa membeku membuatku merasa tertarik untuk mengunjungi negara ini. Yang sangat membanggakan bagi diriku yaitu aku adalah satu-satunya mahasiswi yang mewakili UNS (Universitas Sebelas Maret) yang dapat jebol 10 peringkat mahasiswi terbaik se-Indonesia. Kalimat tasbih serta tahmid yang selalu terlontarkan dalam setiap ucapanku ketika mendengar kesempatan emas itu berpihak padaku.
***
Tak bisa menunggu terlalu lama aku pun segera meminta do’a serta restu dari abi dan ummi atas kepergianku yang kurang lebih memakan waktu selama 3 bulan lamanya.
“ Mi... Bi.. Anti berangkat dulu, mohon do’anya.. do’ain aku ya Mi. Bi..”
“ Iya sayang tentu saja, do’a kami senantiasa menyertaimu, dan percayalah ALLAH senantiasa melindungimu, jangan lupa terus lanjutkan mentoring di sana, sudah di hubungkan dengan murabbi di sana? ”
“ Sudah mi.. tadi Anti sudah menghubungi murabbi nya, dan Insya Allah Anti tinggal di sana bersama mereka”
“ Baguslah kalau begitu, ummi jadi tak terlalu khawatir. Eh sepertinya pesawatmu akan berangkat sekarang nak...!!”
“ Oh iya, mi... bi... Anti berangkat dulu”, sembari tanganku mencium tangan mereka yang lembut dengan kasih sayang.
“ Ihdari fi thoriq, fii amanillah sayang...”
Air mata ini tak bisa ku bendung lagi, menangis sejadinya bila aku mau tapi rasanya tidak perlu berlebihan seperti itu karena banyak sekali orang di sekitarku. Tanganku melambai ke arah mereka wajah mereka sedikit samar terlihat semakin jauh dan tak terlihat, aku langsung masuk peron untuk meregistrasi ulang.
Duduk di pesawat untuk yang kedua kalinya, yang pertama ketika aku masih duduk di bangku SMA aku pergi ke sebuah kota yang mendapat julukan negeri Laskar Pelangi, pulau bangka menyimpan banyak sekali kenangan dengan mereka. Aku jadi teringat temanku semasa SMA bagaimana kabarnya? Aku tak tahu, sudah tiga tahun aku tak bertemu dengan mereka, 1 kali acara temu alumni aku tak menghadirinya karena ada suatu acara keluarga ,walimahan kakakku yang ke lima mereka bilang setelah itu aku yang akan dinikahkan yaiyalah karena aku adalah anak terakhir dan tinggal satu-satunya anak yang belum berkeluarga, tapi aku tak terlalu serius akan hal itu, lagi pula semua keputusan ada di tanganku, aku masih menunggu seseorang.
Tiga jam telah berlalu, selama dalam perjalanan aku hanya melihat lukisan Sang Khaliq yang sangat luar biasa indahnya terbesit di langitnya yang biru, awan tebal seperti bulu domba bergantungan melayang di udara, bumi yang terlihat hijau bak permadani. Hanya dengan menempuh 2 jam saja pesawat ini telah landas di Han Kuk Airpot
Udara begitu sejuk ku rasa apakah aku telah tiba di negeri Korea ? negeri yang dikenal sebagai negeri yang melahirkan banyak aktris dan aktor dambaan anak SMA. Subhanallah banyak sekali orang berkulit putih serta bermata sipit disini, bararti tak salah aku telah sampai di korea. trolly yang sekarang menemaniku jalan kesana kemari untuk mencari murabbi ku yang katanya aku akan tinggal bersamanya di sini selama 3 bulan lamanya, aku mencoba keluar dari airpot berharap dapat bertemu dengannya. Ternyata cuaca di sini adalah musim dingin, aku belum mempersiapkan perlengkapan mantelku, aku berencana untuk membeli di sini ditemani murabbiku. Akan tetapi sepertinya tubuhku sudah terlanjur menggigil kedinginan karena menunggunya, mata mulai terlihat kabur, badanku terasa berat untuk berjalan, kaki pun menjadi kaku aku tidak bisa melanjutkan perjalanan lagi. “Ya rabb, lindungilah hamba” teriakku dalam hati. Semuanya menjadi gelap, dan aku tak ingat apa-apa.
***
Hangat terasa, berbeda sekali dengan suasana tadi yang sangat dingin seperti dalam kulkas yang berderajat di bawah nol. Mata ini mulai perlahan untuk membuka, terlihat arsitektur ruangan yang minimalis ala korea yang berlantai kayu dinding tembok berwarna biru tua serta terdapat penghangat ruangan tergeletak dekat tempat tidurku yang sekarang aku tempati, tiba-tiba suara langkah kaki berjalan menuju pintu yang lumayan dekat dengan tempatku sekarang. Segera akupun memasang mata untuk menatap siapa yang menuju kemari.
“ Tok.. tok... ukhti...?”
“ Ya... siapa disana?” aku menjawab kaget. Suara ikhwan? Sepertinya kenal, tapi mana mungkin pula aku mengenal suaranya sementara aku baru saja menginjak negeri korea ini.
“ Bolehkah saya masuk?”
Aku sedikit ragu untuk mempersilakannya, aku takut dia akan berbuat yang macam-macam. Apalagi mendengar dari suaranya dia adalah seorang laki-laki dan aku tak mengenalinya mungkin. Tapi aku mantapkan bahwa ada Allah di setiap aliran darahku yang selalu melindungiku.
“ Y...y....a.....a....”
“ assalamualykum..” pintu perlahan terbuka, kaos kaki putih yang ia kenakan celana hitam yang terhimpit di kedua kakinya serta sweater merah yang membaluti tubuhnya. Hatiku kaget sejadi-jadinya, bukankah... bukankah... dia... dia...
“ Alif Jaisumuhammad??? “aku masih tak percaya, aku tatap dia dalam-dalam sosoknya memang benar dia adalah temanku semasa SMA dulu. Sudah lama kami tak jumpa, dia terlihat beda sekali lebih tinggi, dan sekarang tampaknya memanjangkan jenggot yang menjadi sunnah rasulullah SAW.
“ Ya.. gimana keadaannya sekarang? Sudah merasa lebih baik? Afwan ini pasti membuatmu kaget. Tadi ana baru saja mengantarkan teman ke bandara, tiba-tiba di jalan ana ketemu anti sudah tergeletak kaku di bahu jalan, ana ragu itu anti. Tapi setelah ana amati ternyata memang benar itu anti, Anti Mar’atussalihah. Afwan sebelumnya ana membawamu ke sini tanpa izin” Penjelasannya yang panjang membuatku mengerti alur kejadiannya seperti apa, nampaknya aku tak perlu khawatir.
aku masih terdiam dan menunduk karena kaget atas kejadian ini, tak di sangka bisa bertemu dengannya kembali di korea setelah beberapa tahun kami tak bertemu dan dipertemukan dengan suasana yang seperti ini . ya rabb sungguh rencana-Mu pastilah indah.
“ Afwan sebelumnya ana membawa anti kesini, memang sedikit lancang. Tetapi saya hanya berniat menolong antum saja, ana bingung harus bawa anti kemana. “ ternyata dia masih menunggu di depan pintu kamar aku kira dia sudah pergi. Aku pun langsung beranjak dari tempat tidur, karena takut terjadi fitnah. Dan melangkahkan kaki menuju pintu kamar.
“Jazakallah untuk semuanya, afwan merepotkan antum. “ tanpa berpikir panjang aku pun langsung keluar dari rumah itu, meskipun dia berusaha untuk menahannya. Karena dia khawatir dengan kondisiku yang belum pulih 100% itu.
Yah dia lebih tahu tentang ini, hijab, ikhtilat dia pun tahu dan amat menjaga akan hal yang seperti ini. Mungkin dia pun mengerti maksudku beranjak keluar dari rumahnya, lantas dia pun bergegas mengikutiku. Kami berbincang-bincang sebentar di beranda rumah menanyakan bagaimana aku bisa sampai sini, dimana aku akan tinggal , banyak sekali pertanyaan yang ia lontarkan, aku memakluminya karena kedatanganku sangat tiba-tiba.
Lalu dia pun menjelaskan bahwa yang mengurusiku ketika aku pingsan yaitu Bi Ming-Tse, penjual susu murni langganannya yang sangat baik, dia pun seorang muslim, namun ketika aku sadarkan diri kebetulan bibi Ming-Tse sedang pergi kerumahnya untuk mempersiapkan dagangannya. Aku sangat lega dengan penjelasannya itu, dan ternyata dia masih sepeti yang dulu.
Sosoknya yang sudah sangat lama sekali kami tak bersua, mungkin terakhir kali aku bertemu dengannya 3 tahun yang lalu ketika acara alumni SMA, itupun kami tak sempat ngobrol karena tempat serta kondisi yang tidak memungkinkan. Sesungguhnya pandangan mata ini tak mau lepasdarinya, namun rasa takutku lebih besar dari rasa keinginan itu lantas akupun menunduk sejadinya.
Hal ini sering terjadi ketika masa SMA dulu, bertemu dengannya membuat hati ini berdesir dengan tiba-tiba, meskipun kami satu sekolah tapi entahlah jantung berdetak tak karuan sering terjadi sosoknya dari jauhpun menjadi alrm tanda menghidupkan sinyal gugup dalam tubuhku , karena Ia adalah sosok ikhwan yang membuat hatiku berdesir ketika bertemu dengannya.
Aku langsung memohon pamit untuk beranjak pergi meninggalkan rumahnya.
“ Assalamualaykum..” kata salam terlotar dari mulutku.
“Waalaykumsalam, Fi Amanillah Ukht. Setelah bertemu dengan murabbinya langsung kabarin ana” dia sedikit mengkhawatirkanku, maklumlah ini pertama kali ku menginjak Korea.
“ ya. Insya Allah. Jazakallah untuk semuanya, serta salam untuk bibi Ming-Tse, terimakasih beliau telah mearwatku” Akupun bergegas menuju ke luar rumahnya.
Butiran es lembut yang turun dari langit menyambut kedatanganku di Korea serta udara dingin yang seharusnya menusuk tulang-tulang rusukku sekarang tidak lagi karena tadi aku dipinjamkan seperangkat baju musim dingin miliknya, karena dia tahu bahwa penyebabku pingsan ketika di bandara itu karena badanku yang belum bisa menyesuaikan dengan cuaca dingin seperti di korea sekarang.
Langsung ku hubungi murabbiku, memberitahukan bahwa aku sudah sampai di korea. Selama di korea sebelumnya aku ditawari untuk tinggal bersama orang tua angkat ataukah ingin tinggal bersama para pementor yang tinggal di korea. Yah aku tahu ini adalah negeri yang asing bagiku, akupun tak tahu bagaimana kehidupan serta lingkungn di sini, masalah aqidah pun jangan lah sampai terabaikan. Aku lebih memilih untuk tinggal bersama pementor itu.
Setelah kurang lebih selama 30 menit murabbiku datang dengan menggunakan mantel berwarna merah muda dia terlihat anggun sekali, jilbab yang membalut kepalanya itu telah membangkitkan pesonan kecantikan wajahnya.
Aku hanya tinggal berdua di sebuah rumah kecil miliknya. Dia sudah tinggal di korea kurang lebih selama 2 tahun, awalnya dia tinggal bersama adiknya namun adiknya tersebut kembali lagi ke indonesia untuk menemani ibunya yang sedang sakit parah. Aku tinggal di jantung kota Seoul. Rumah kami pun tak jauh dengan mesjid , jadi aku tak khawatir dengan masalah itu. Ternyata rumah Alif tidak terlalu jauh dengan rumahku, rumah kami satu arah. Hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit saja untuk menempuh rumahnya.
***
Pagi tiba, udara yang sejuk semilir masuk melewati jendela kamarku yang baru saja di buka oleh Ka Isma, dinginnya gumpalan salju membangunkan tidurku yang lelap untuk shalat tahajud. Ini kali pertamanya aku melaksanakan shalat tahajud di korea, negara yang aku impikan selama ini.
Cukup khidmat aku melaksanakan tahajud di malam pertama ini. Gerakannya yang membuat tubuh ini terasa lebih rileks, setelah kemarin berkeliling di daerah Busan (sebuah pasar induk di Seol) bersama Ka Isma untuk membeli seperangkat baju musim dingin.
Pagi ini adalah pagi yang sangat di tunggu, bertemu serta berinteraksi dengan Mahasiswa Korea memang rencana selanjutnya yang telah terdaftar dalam list impianku, aku akan belajar dengan mereka kurang lebih selama 2 bulan dan 1 bulannya berkesempatan untuk menikmati indahnya pesona negeri korea. Aku berangkat bersama Ka Isma, jalur yang kita tuju memang searah sehingga setiap hari aku pasti berangkat dengan ka Isma, yah sambil menghapal jalan ga mungkin kan kalau sepertinya setiap hari harus di antar terus Ka Isma kasian dia, lagian keperluan ku dengan nya pastilah beda punya urusan masing-masing.
Di sepanjang jalan Ka Isma bercerita tentang korea yang ia tahu, tentang orang-orangnya seperti apa, pemandangannya pula, tempat hiburannya, jalan-jalanya pun tak lupa ia tunjukan pada ku. Tak terasa 30 menit berlalu, aku berada di dalam bis yang akan mengantarkanku ke Korea University, kampus ini merupakan kampus yang paling bergengsi di Korea, banyak sekali para ilmuan yang terlahir dari universitas ini.
Wah memang sudah sampai. Telihat bangunan yang megah serta di penuhi oleh orang-orang yang berkulit putih bermata sipit, aku sudah tak sabar untuk bergabung dengan kelompok mereka, dan menanyakan lebih banyak lagi tentang negeri ginseng ini.
Karena aku orang baru di sana, jadi aku hanya sedikit mendapatkan teman itupun semua orang tionghoa, kristiani tak ada muslim satupun. Mata kuliah untuk hari ini hanya 3 pelajaran saja. Maklumlah masih baru. Setelah dari sana aku berniat langsung pulang, tapi teringat cerita Ka Isma tentang indahnya kota Korea apalagi di taman kota dekat dengan sungai ala rusia dihiasi dengan cahaya lampu malam yang gemerlap. Subhanallah, aku sudah tak sabar ingin cepat menikmati indahnya kota Seoul itu. Tanpa berpikir panjang aku langsung melangkahkan kaki menuju taman kota tersebut, angkutan umum yang aku naiki adalah intruksi saran dari Ka Isma ketika tadi pagi. Yah jadi aku tak khawatir yang namanya nyasar.
Waktu telah menunujukan sore senja pun mulai menampakkan dirinya, cahaya kuning keemasan serta butuiran salju terderai di atas tanah yang basah lembab. Akupun menikmati suasana sore kota Seoul dengan di temani bis yang mengantarkanku ke suatu tempat ayang ku tuju.
Hanya menempuh waktu 30 menit saja aku sudah sampai di pusat kota Seoul, wah... subhanallah indah sekali, cahaya sore yang menyilaukan air sungai itu semakin terlihat sangat menakjubkan. Tapi sayangnya aku hanya menikmati pemandangan itu sendiri saja. Terlintas di pikiranku untuk mengabadiakn pemandangan di sisni, lalu aku keluarkan kamera SLR type.... keluaran terbaru yang baru saja dibelikan Kakakku ketika mereka tahu bahwa aku mendapat beasiswa ke korea. Banyak sekali gambar yang ku ambil, dari berbagai sudut meskipun hasilnya tidak seindah para fotografer yang sudah mahir memainkan kamera tapi aku tak kalah jago, hehe.
Cahaya matahari mengingatkanku akan waktu yang sudah menunjukan pukul 5 sore, aku langsung beranjak pulang tampak sepi di sekitar taman mungkin mereka sudah kembali ke rumah mereka masing-masing. Hanya aku seorang sendiri yang menunggu di depan halte bis. Sudah lewat 15 menit aku menunggu bis di sini, tak ada satu bis pun yang lewat ke sini. Terlihat kekhawatiran yang tersirat pada rona wajahku, langsunga bergegas aku keluarkan handphone untuk menghubungi Ka Isma mengabarkannya bahwa aku masih di Taman Kota Seoul yang tadi Ka Isma ceritakan padaku, dan menceritakan maksudku menelponnya.
“Ka di sini sudah tak ada siapa-siapa, Kakak sekarang di mana?” nada suaraku dalam telpon.
“Aduh gimana yah anti? Posisi Kakak sekarang jauh dari Taman Kota Seoul, Kakak usahakan untuk menuju ke sana secepatnya.”
“Oh iya Ka, syukran. Maaf merepotkan”
Aku terus berpikir, bagaimana caranya aku pulang. Yang aku takutkan sebentar lagi adalah waktunya shalat maghrib, bagaimana aku shalat? di daerah sini tak terlihat mesjid. Serta adzan pun tak terdengar di daerah sini. Yah akhirnya aku tawakal saja padanya, pasti selalu ada cara bagi hambaNya yang bertawakal.
Dari kejauhan jalan terdengar suara motor melaju di daerah itu, aku tak hiraukan sama sekali yang ku harapkan yaitu suara mobil taxi melaju di jalanan. Rupanya suara motor tersebut berhenti tepat di depan tempatku duduk. “Aku heran dengan orang ini, mau apa dia parkirkan motornya tepat di depan tempat aku duduk. Padahal tempat parkiran motor yaitu di dalam taman tersebut, bukan di depan halte seperti ini.” Gerutuku dalam hati. Tiba-tiba dia turun dari motornya dan aku merasakan langkah kakinya menuju ke arahku.
“Ukhti... Ukhti Anti??” terlontar pertanyaan dari mulutnya
“Ya..” terbangun aku dari ketundukanku dan menegadah ke arahnya. Siapakan gerangan yang memanggil namaku itu, Alhamdulillah aku panjatkan Ternyata itu Akhi Alif, apa yang sedang ia lakukan disini. “Sedang apa Akh antum di sini? “
“ Ana mau pergi shalat maghrib di mesjid sebelah sana” sembari telunjuknya menunjukkan ke arah timur taman kota Seoul itu. “ Apa yang antum lakukan di tempat seperti ini ? hari sudah gelap, antum belum pulang?” Nampak rona kekhawatiran tergambar pada wajahnya.
“Justru itu, ana sedang menunggu bis atau apapun taxi mungkin yang lewat di daerah sini, namun sedari tadi tak satupun kendaraan yang melalui jalan ini, tiba-tiba antum datang dan sekarang berada di sini.” Jelasku.
Dia sedikit kebingungan, langkah kakinya mondar-mandir kesana kemari sambil menggigit jari telunjuknya, serta kerutan dikeningnya membuatku merasa bingung apa yang sedang ia pikirkan. Pandangannya terus melihat ke arah jalanan.
“hmmm begini saja ukht, ana akan memesan taxi untuk antm. Maaf ana gak bisa nganterin sampai rumah.”
“Alhamdulillah, syukran akh. Ini sudah lebih dari cukup menurut ana mah, ana ngerti kok. Hehe, sekarang antum mau pergi ke mesjid sebelah sana kan? silahkan aja, keburu masbuk.” Wajahku tak berhenti memberikan senyum padanya, aku sangat senang Alhamdulillah ternyata ada saja jalanNya, tak pernah terpikir olehku sebelumnya.
“Kalau begitu, ana duluan ya ukht. Fi Amanillah. Assalamu’alaykum ” Sembari ia menaiki motor ninja yang berwarna hitam itu.
“Oh iya. Wa’alaykumsalam”
Sosoknya semakin menghilang termakan oleh gelapnya malam, sangat cepat sekali. Suara gaungan motornya tak terdengar lagi. Sementara aku disini menunggu sang super hero datang menjemputku dengan kereta mewahnya, ya abang taxi yang tadi telah di pesan oleh Akh Alif. Selagi saya menunggu Taxi tersebut Saya berusaha menghubungi Ka Isma agar dia tidak merasa khawatir dengan keadaanku. Setelah selesai menghubungi Ka Isma tak lama kemudian taxi yang telah di pesan pun datang.
***
Setibanya di rumah aku menyempatkan diri untuk merebahkan badanku yang mulai terasa pegal setelah seharian ini melakukan aktifitas. Namun tak ku biarkan berlama-lama terayuni oleh empuknya kasur yang aku gunakan ini, karena aku belum melaksanakan shalat maghrib. Segeralah aku mengambil air wudlu, dan menikmati syahdunya melaksanakan perintahnya. Setelah shalatku selesai tiba-tiba handphone ku berdering, menandakan ada 1 pesan telah masuk. Lalu aku meraih handphone itu yang tak jauh dari tempat duduk asalku.
“Assalamualaykum.. Bagaimana sudah sampai tujuan?” Nampaknya pesan yang aku terima itu dari Akhi Alif yang tadi telah menolongku.
“Waalykumsalam.. Oh iya sudah akh, syukran atas bantuannya”
“Ma’asyukri (: ”
Kebaikannya telah kurasakan ketika kami masih duduk di bangku SMA. Tiba-tiba teringat pengalamanku dulu, ketika duduk di kelas X. Kami berada dalam kelas yang sama, kelas kami terkenal oleh semua guru sebagai kelas terkompak. Sampai suatu saat kami merencanakan acara untuk menikmati Indahnya berbuka ketika shaum di bulan Ramadhan waktu itu. Kami merencanakan itu di salah satu tempat makan yang sangat familiar, dan sering dikunjungi banyak orang. Aku setuju dengan tempat itu namun aku pun bingung bagaima caranya pulang sedangkan jalur angkot dari sana tak ada satupun yang mengarah ke rumahku, tapi ya sudahlah aku pikir pasti banyak temanku yang mengendarai motor sehingga aku bisa ikut diboncengi mereka. Ketika sampai di sana ternyata sedikit yang ikut hanya beberapa orang saja, apalagi akhwat yang membawa kendaraan bisa di hitung oleh jari.
Ketika adzan berkumandang seruan hamdalah terucap dari para pengunjung muslim yang datang. Segeralah kami meneguk air teh yang erada tepat di depan tempat duduk kami, sekedar untuk membatalkan shaum kami seharian ini saja, karena menyegerakan berbuka adalah amalan yang sering Rasulullah lakukan, setelah itu kami menuju mushola untuk melaksanakan shalat maghrib, lalu setelah itu kami memulai acara inti, yaitu menikmati indahnya berbuka secara bersama, dengan kegiatan ini membuat hubungan pertemanan kami semakin erat. Selesai menyantap makanan yang kami pesan, kami berencana untuk pulang. Namun ada beberapa diantara kami yang masih ingin bercanda tawa dengan teman lainnya, aku sendiri termasuk yang memilih untuk menyegerakn pulang karena aku tak mau membuat orang tuaku di rumah cemas memikirkanku.
“Oh iya anti, kamu pulang sama siapa?” tanya hasan kepadaku, hasan adalah teman sekelasku.
“Entahlah mungkin naik angkutan umum.”
“Memangnya ada angkutan umum yang menuju rumahmu? Yang ku tahu tak ada satupun angkutan umum yang menuju rumahmu. Biarkan Alif yang mengantarmu, aku khawatir kamu itu seorang perempuan. Tak sepantasnya wanita pulang malam-malam seperti ini, mau ya?”
Aku berpikir sejenak, Puji serta syukurku panjatkan padaNya karena telah memberikan teman yang begitu baik. Namun tentang tawarannya itu aku sedikit ragu, dibonceng oleh Alif???. Lama aku terdiam namun aku pikir kembali manfaat dan mudharatnya. Akhirnya aku memilih untuk di antarkan pulang oleh Alif, kami tak pergi berdua saja mengunakan sepeda motor tapi hasan dan temanku yang lain mengikuti kami dari belakang . Aku percaya pada mereka, tak mungkin mereka melakukan hal yang tak semestinya.
Teringiang jelas memoar itu di pikiranku saat ini, masa-masa yang indah penuh warna dan juga canda ceriakenanganku di masa putih abu mengisahkan berbagai warna dan rasa. Setianya pertemanan, indahnya ketika berbagi, serta Asam pahit kehidupan kami rasakan bersama, dalam kehidupan sehari-hari pun kami sering kali saling megingatkan ketika salah satu dari kami sedang futur maka ada teman yang lainnya yang mengingatkan. Sungguh indah ukhuwah di antara kami telah terajut dari awal kami bertemu sampai sekarang Forever Lasting.

***
Detik demi detik ku lalui hari-hariku di negeri ini, impianku sejak SMA akhirnya tercapai juga dapat menginjakkan kaki di sini, mengenal mereka sert dapat menghabiskan waktu-waktu ini untuk menikmati indahnya panorama pemandangan negri ginseng itu. Tak lupa beberapa jepretan foto telah ku abadikan sebelumnya.
Rasa haus akan siraman indahnya islam Alhamdulillah telah ku rasakan di sini, selama satu bulan ini aku tak mendapat indahnya mentoring seperti ketika aku berada di Indonesia . Tapi sekarang saya dapat mengisi rasa kehausan ini dengan tegukan air yang segar dari beberapa murabbiku yang lainnya, meskipun aku setiap hari mendapatkan beberapa taujih dari Ka Isma namun hal itu terasa belum lengkap. Biasanya mentoring itu di ikuti oleh beberapa orang sehingga akan terasa indahnya kebersamaannya bukan hanya itu akan tetapi banyak sekali pemikiran yang berbeda yang mengakibatkan banyak pengetahuan yang kita dapat.
Kecintaanku kepada dakwah di mulai ketika aku SMA tepatnya di kelas 12. Ketika duduk di kelas 11 aku dan kawan lainnya memang sudah biasa mengikuti mentoring bersama forum remaja di sana, akan tetapi kami menenmukan kendala, entahlah waktu yang sering bentrok dengan kegiatan sekolah sering jadi alasan mengapa mentoring kami sering vakum, akhirnya sampai akhir kelas 11 kami tak lagi merasakan indahnya mentoring tersebut sangat di sayangkan sekali. Namun mentoring ikhwan berjalan normal seperti biasa, rupanya terdapat salah seorang ikhwan yang ingin membagi indahnya kecintaan dakwah kepada kami dengan semangat ia terus menyeret kami agar mentoring akhwat aktif kembali, denga berbagai cara ia telah lakukan. Alhamdulillah di akhir semester 1 kelas 12 mentoring kami aktif kembali , dia pun mengirimkan satu pesan yang membuat ghirah dakwah tumbuh dalam dada kami
"Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan mminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu sampai perhatianmu, berjalan, duduk & tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yg kau cintai, lagi-lagi memang sperti itu Dakwah. Mnyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yg menempel di tubuh rentamu. Tubuh yg luluh lantak diseret-seret. Tubuh yg hancur lebur dipaksa berlari." (Ust. Rahmat Abdullah)

Mungkin selama inilah dia yang selalu mendorong kami agar mentoring kami terus aktif, kecintaan dia terhadap dakwah dapat ia sampaikan pada kami. Sampai kami duduk di bangku mahasiswa. Berbagai macam ideologi yang berada di lingkungan kami, apabila hal ini tidak dibentengi oleh kekuatan iman serta pengetahuan kita tentang islam mungkin akan sangat mudah kami terjerumus dalam ideologi-ideologi yang menyesatkan, seperti sekarang ini yang sedang marak di kalangan para remaja muda di seluruh kawasan Indonesia. Setidaknya apabila mengikuti jaringan mentoring seperti ini ketika kita mempunyai suatu permasalah yang ganjal dan tak dapat di selesaikan oleh sendiri maka kita mempunyai teman untuk saling berbagi.
Nampaknya sudah banyak orang yang berkumpul di majelis ta’lim , rupanya ini adalah acara bulanan yang biasa mereka lakukan dalam menyambungkan tali silaturrahmi antar umat muslim di korea. Bayak sekali yang menganut agama islam di sini, jilbab yang mereka kenakan pun tak kalah lebarnya dengan yang aku pakai sekarang. Nampak banyak ikhwan-ikhwan yang bermata sipit dan berkulit putih layaknya asli orang korea itu sendiri, namun banyak juga yang berwajah melayu, rupanya mereka pun mahasiswa yang mendpatkan scholar student exchange sama sepertiku itupun informasi yang ku dapat dari murabbiahku.
Ternyata tak habis kata membicarakan tentang Cinta, Anugerah yang penuh keindahan bagi setiap orang yang meraskannya, ketika kita merasakan cinta ungkapkanlah. Entah itu untuk orang tua, teman, sahabat, ataupun seorang yang membuat kita merasakan perasaan yang nano-nano asalkan kecintaan tersebut harus di luruskan untuk siapa dan karena apa. Kecintaan yang dapat di ungkapkan hanyalah harus karena Rabb, Allah Azza Wa Jallaa. Pada sahabat nabi pernah merasakan cinta terhadap lawan jenis dan hal itu boleh di sampaikan pada orang tersebut menurut perintah rasulullah yang isi haditsnya.
Ada seorang sahabat yang berdiri disamping rasulullah SAW, lalu seorang sahabat lain lewat dihadapan keduanya. Orang yang berada disamping rasulullah itu tiba-tuba berkata.
”ya rasulullah, aku mencintai Dia”, tutur sahabat tersebut.
Serta merta rasulullah pun menjawab “ apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?”.
“Belum” jawab orang itu.
“Nah kabarkanlah kepadanya” jawab rasul
Kemudain orang itu segara berkata pada sahabatnya. “ Sesungguhnya Aku Mencintaimu Karena Allah (anna uhibbuka fillah)”
Lalu sahabatnya pun menjawab.” Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karenaNya” (H.R Abu Dawud)
Hal itulah yang di bahas ketika ta’lim tadi, sungguh indah Subhanallah.. teringat semasa SMA dulu,ketika virus merah jambu sedang merajalela di benak para remaja. Semangat banget deh ketika liqaan bersama ukhti Safa dulu kalau ngebahas tentang cinta kaya gitu. Hadist ini pun pernah aku baca sebelumnya, ketika mengetahui tentang hadits ini aku ingin memberitahukan kepada teman-teman yang telah membuatku mencintainya karenaNya, namun diantara mereka ada sedikit kendala, sehingga belum ku terungkapkan.
Alhamdulillah ternyata dengan mengikuti ta’lim ini akupun mendapat teman yang sama-sama dari Indonesia dia telah tinggal disini kurang lebih sekitar 2 tahun. Dia pun merupakan student exchange dari Universitas Indonesia, ternyata ketika tahun itu yang terpilih program student exchange di UI 2 orang, Hawwa Khusnul Khatimah yaitu dia sendiri dan Alif Jaisumuhammad teman semasa SMA ku dulu.
Di sepanjang perjalanan kami berjalan bersama, ka Isma tidak ikut bersama kami beliau mempunyai urusan dengan kampusnya jadi setelah mengikuti kajian beliau langsung menuju ke kampusnya itu, Alhamdulillahnya ada Hawwa dia yang akan menemaniku sampai tiba di depan rumahku, karena jarak antara rumah kami tidak terlalu jauh hanya membutuhkan waktu kurang lebih 5 menit untuk menuju kesana. Meskipun kami baru saja bertemu, tapi terlihat seperti teman yang sudah akrab beberapa tahun lamanya, maklum Hawwa itu orangnya easy going jadi sangat mudah untuk di ajak bergaul. Hawwa menjadi teman karibkuku ketika di korea, dia banyak bercerita tentang ini itu korea, kampusnya, pengalaman dia ketika tinggal di korea, dan Alif pun pernah menjadi topik pembicaraan kami ketika kami sedang mengunjungi suatu tempat yang paling berkesan dan ingin kami kunjungi.
***
Hari itu masih pagi, ternyata salju yang turun lebih sedikit dari kemarin terus menjadi lebih sedikit lagi dari hari-hari sebelumnya, hal itu menandakan musim salju akan segera berakhir dan musim semi akan segera menjelang, untunglah waktu-waktu ku ketika tinggal di korea adalah ketika musim salju dan musim semi tiba tepat sekali dengan impianku yang ingin merasakan dinginnya salju dan serta mengagumi indahnya bunga yang bermekaran ketika musim semi tiba. Tak ada jadwal hari ini untuk pergi ke kampus, namun hawwa mengajakku ke suatu tempat yang ingin sekali ia kunjungi di korea, belum terkabulkan permohonannya itu sejak ia menginjak kota Seoul ini.
“ayo.. kamu ikut ya kesana, indah ko pemandangannya, pasti takkan nyesel deh”
“Hmmm sepertinya jadwalku untuk hari ini tidak terlalu padat hehe, jam berapa kita berangkat? ” nada jawabku di telepon.
“Hah... So sibuk deh. ok.. jam 8 kamu harus udah siap ya, nanti aku jemput ke rumahmu”
“cip.. Insya Allah..“
“Assalamualaykum...”
“Waalaykumsalam warahmatullah”
Pukul 8 kurang 15 menit dia sudah berada di rumahku, sangat sering sekali ketika kami membuat janji dia datang lebih awal, aku jadi malu. Tiga lapis Mantel musim dingin serta sarung tangan pemberian sahabatku ketika aku di Indonesia telah rapi menyelimuti seluruh tubuhku Akupun bergegas menuju tempat yang di tuju, sebelumnya aku berpamitan pada ka Isma, dia tidak ikut bersama kami karena ada sesuatu dan harus bertemu dengan murabbinya, entah apa yang akan mereka urusi itu.
Kami menggunakan kereta ekspress yang sangat luar biasa kecepatannya, memang di Indonesia pun telah ada kereta semacam ini namun kereta yang ini lebih canggih lagi, entahlah Korea menjadi salah satu saingan bagi Indonesia dalam hal kemajuan tekhnologi. Tibalah kami di suatu tempat, “ Nami Island” .
Semilir angin yang bercampur dengan tetesan salju menyentuh pipiku ini yang telah terasa dingin sedari turun dari kereta itu, danau yang dihujani salju yang lembut bagaikan kapas yang bertebrangan tertiupkan oleh udara, ranting pohon yang menjulang tinggi dan telah tertata rapi itu menjadi daya tarik bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara. Entahlah dinginnya salju telah tergantikan oleh pesona eksotisnya tempat ini, tak heran tempat yang kami kunjungi menjadi salah satu tempat yang dijadikan oleh para pasang kekasih untuk melamar belahan jiwanya, sangat romantis. Namun pada awalnya tempat ini hanyalah daerah wisata pada umumnya, setelah tempat ini menjadi setting syutingnya Drama Korea “Winter Sonata” , sinetron tersebut bercerita tentang cerita cinta di masa SMA, yang bangkit lagi setelah sepuluh tahun pasangan tersebut berpisah, jalan cerita tersebut telah menghipnotis para turis untuk mengunjungi tempat ini.Kebanyakan para traveling mancanegara menjadikan pulau Nami sebagai kunjungan pertama mereka ke Korea.
Yah aku sebagai salah satu penggemar Drama Korea sedikit banyak tahu tentang cerita Winter Sonata apalagi ketika musim gugur tiba daun yang berjatuhan semakin memperindah KuasaNya. Dalam benak hatiku berkata ‘ketika musim gugur tiba,ingin sekali rasanya aku mengunjungi tempat ini dengan pendampingku nanti, hehe’. Yah berkeinginan kan boleh saja, mempunyai mimpi itu gratis, dan harus berani untuk mewujudkannya.
“gimana?? Indah bukan?” wajahnya berseri-seri.
“ subhanallah wa, untung aja kamu ajak aku kesini, aku suka tempat yang seperti ini. Romantis. Hehe” aku menjawab sengenanya.
“haha... keliatan banget pengennya. Ngiri ya liat para pasangan itu tu,,,,” sambil matanya yang licik menoleh pada pasangan yang sedang duduk di bangku tempat syuting Drama Korea itu.
“ apa sih.. ga mungkin kali wa. Akan lebih indah ketika sudah menikah nanti. Aku ajak suamiku ke sini deh Hehe”
“iya deh iya.. aku ngerti kamu ko. Eh suami? Udah punya calon ya?” tersirat rasa ingin tahu di wajahnya.
“hmmm gimana ya? Ya udah dong, masa belum. Kan jodohku sedang mencari waktu yang tepat untuk menjemput aku. Hehe. Banyak kan yang harus di persiapkan untuk menghadapi suatu pernikahan, bukan hanya fisik saja, namun kesiapan mental, ruhani, serta intelektual harus menjadi bahan pertimbangan, apakah kita sudah mampu? Mungkin calonku sedang mempersiapkan itu. hehe” jawabku semaunya.
“oh... jadi nunggu di jemput sang pengeran berkuda putih? Haha”
“bisa-bisa” tawa kami menghangatkan suasana.
Di sepanjang perjalanan kami bumbui dengan berbagai cerita, pengalaman dia maupun cerita tentangku.
“oh... jadi kamu kenal Alif?” komentarnya ketika aku menceritakan pengalamku ketika masih mengenakan seragam putih abu.
“ya, dia rekanku. Kami pernah sekelas ketika kami duduk di kelas X, meskipun ketika kelas XI kami tak sekelas namun kami sering melakukan beberapa kegiatan yang dilakukan bersama.”
“sepertinya kalian sangat dekat ya.. entahlah aku sedikit mengaguminya”
Deg... mengaguminya? Jantung ini tersontak kaget. Hal yang sangat wajar, dia merupakan ketua jurusan FISIP UI, terkenal sebagai kritikus termuda yang sering mengalirkan aspirasinya itu lewat media, semangat dakwahnya yang tak pernah luntur semenjak SMA. Pastilah banyak kaum hawa yang mengaguminya.
“eh.. pulang yuk, aku akan ajak kamu ke tempat lainnya lagi yang tak jauh lebih indah dari ini”
“oh.. iya. Ayo.. “ hawwa sangat baik padaku, dia sudah aku anggap seperti saudaraku sendiri.
Kami segera pergi ke halte bis yang dekat dengan tempat itu, di perjalanan menuju halte suasana jalanan tidak ramai, bisa dibilang sangat sepi. Tiba-tiba hawwa mengajakku untuk adu lari cepat, barangsiapa yang kalah, dia harus traktir sang pemenang. Oke kami setuju dengan perjanjian itu. Dia lari begitu cepat, sampai-sampai dia tak memperhatikan jalanan di depannya. Tiba-tiba sebuah truk dengan kelajuan tinggi menghampiri hawwa yang sedang menyebrang ke arah halte bis. Reflek aku langsung berlari ke arahnya dan mendorong pundaknya. hawwa terjatuh ke bahu jalan, namun cahaya lampu mobil menyilaukan penglihatanku dan.
“Hawwa... minggir....” teriakanku sangat keras, sontak aku langsung berlari ke arah Hawwa, namun “aaaaaaaaaaah..... ” cahaya itu terlalu silau sehingga aku tak bisa berbuat apa-apa lagi, kemana aku harus melangkah akupun tak tahu.
Aku tertabrak truk itu, segeralah Hawwa menghampiriku dengan kucuran air mata yang berlinang. Hatiku tersontak ingin bertanya apakah kamu tidak apa-apa namun raga ini tak sanggup lagi untuk melakukan suatu apapun. Mataku perlahan menutup sedikit demi sedikit dan pandangan itu menjadi hitam.
***
Hal yang pertama aku lihat adalah cahaya lampu yang menggantung di atap itu, serta dekapan hangat tangan Ka Isma.
“Ka.. kak Isma..??” lirihku dengan suara terbata-bata.
“Alhamdulillah, Anti..?? kamu sudah sadar? Gimana, merasa lebih baik? Kamu sudah tiga hari tak sadarkan diri, kakak khawatir dengan keadaanmu itu. Orang tua mu pun terus menghubungi kakak untuk menanyakan keadaanmu” terlihat raut muka Kak Isma yang terlihat sangat mengkhawatirkan keadaanku, aku sudah menganggap Kak Isma sebagai Kakak kandungku sendiri, karena kedewasaanya yang membuatku terasa hangat ketika berada di dekatnya.
“engga Kak, engga apa-apa ko, gimana keadaan Hawwa. Dia gak apa-apa kan?”
“Setiap siang dia datang kesini, untk melihat bagaimana keadaanmu. Alif ada di luar, setiap hari dia tidur di sini untuk mengetahui perkembangan kesehatanmu” Seketika itu pula aku menangis sejadinya, entahlah kalimat syukur aku terus lontarkan dalam lisanku, Alhamdulillah aku mempunyai rekan yang begitu baik dan menyayangiku. Aku sangat terharu ketika mendengarnya.
“Terimakasih Kak, sudah sejauh ini menemaniku.” Ledakan tangis membasahi pipiku.
“Jangan nangis dong, sesama manusia memang harus saling tolong menolong kan.? Ingat loh TA’AWUN kan salah satu tingkatan ukhuwah. Sekarang kakak mencoba mengamalkan itu semua”
“ iya kak, Syukran. Alif? Dia ada di sini? Alif tidur dimana??”
“Ma’asyukri. Dia tidur di mushola rumah sakit ini, setiap waktu shalat qiyamu lail dia menyempatkan waktunya untuk melihat bagaimana perkembangan keadaanmu. Meskipun hanya melihat dari kejauhan jendela, sebentar lagi pasti dia kesini”
Tak lama kemudian suara ketukan pintu terdengar begitu jelas. “ tok..tok..”.
“tuh kan, itu kayaknya Alif datang.” Segera berjalan ke arah pintu dan membukakannya.
Alif, Ka Isma.. Subhanallah kalian begitu baik
“Assalamualaykum... ukht? Antum udah sadar? Bagaimana keadaaannya?”
“Waalaykumsalam Warahmatullah.. akhi.. jazakallah sudah menemaniku dan Ka Isma selama disini, aku pasti buat kamu repot. Afwan..” perkataanku yang masih terbata-bata namun aku paksakan.
“sudah ukht, Alhamdulillah antum telah sadar, selama 3 hari ini antum tak sadarkan diri kami semua merasa khawatir. Lagian ana kasian melihat kak Isma yang setiap malam harus tidur di rumah sakit sendiri, kalian kan perempuan. Ana khawatir terjadi apa-apa.”
Ya Rabb.. hamba tak punya suatu apapun tanpaMu. Balaslah kebaikannya itu dengan yang lebih mulia. Barakallahu Fik Akh. Doaku dalam hati
“Oh iya, mungkin lusa ibu dan ayah anti mau ke sini, mereka khawatir dengan keadaanmu”
Tutur Ka Isma menambahkan.
“Oh gitu ya Ka, nanti Anti hubungi mereka.”
***

Pagi menjelang, rupanya tadi aku ketiduran ketika Alif dan Ka Isma mengobrol di luar. Sekarang matahari telah menampakan cahaya indahnya di pagi hari yang dihiasi oleh putihnya salju yang turun membasahi bumi. Hari ini adalah waktunya orang tuaku datang menengok keadaanku yang tidak terlalu parah ini, namun kekhawatiran mereka saja yang terlalu berlebihan sehingga harus jauh-jauh datang dari Indonesia ke Korea hanya untuk melihat keadaanku saja, padahal aku tak mau merepotkan mereka. Orang tuaku memang sangat sayang kepadaku itu yang aku rasakan selama ini berada dalam dekapan kasih mereka yang tak terbatas.
Tiba-tiba Ka Isma datang dan memberitahukan perihal luka yang tengah aku alami ini. Ternyata diagnosa dokter menyatakan bahwa Aku diharuskan untuk lebih lama lagi di rawat di Seoul Medical Centre (yaitu dimana Anti dirawat sekarang) untuk masa pemulihan, karena luka yang aku alami cukup parah meskipun hal itu tak dirasakan langsung olehku, ya maksudnya tak nampak secara kasat mata, karena ada beberapa luka yang harus di obati dalam organ bagian dalam. Ternyata luka yang aku alami cukup serius setelah dokter memberitahukannya tadi pagi.
***
“Assalamualykum” terdengar suara yang mengucapkan salam dari luar sana.
“Siapa yang datang Wa? Coba deh antum liat” sembari Hawwa berjalan maju menuju pintu itu.
“Waalykumsalam, eh ummi dan abinya Anti ya? Saya temannya Anti, silahkan masuk ” Dari percakapan tadi saya tahu bahwa yang datang itu pasti ummi dan abi, alhamdulillah mereka telah datang.
“Oh iya, terimakasih Nak! Kamu yang telah menemani Anti selama dia dirawat di sini?” tutur Ummi kepada Hawwa.
“Hmmm, bukan saya saja tante yang menemani Anti, tapi ada Ka Isma serta Alif yang sering mengunjungi Anti ke sini, namun sekarang adalah jadwal giliranku untuk menemaninya” jelas Hawwa kepada ummi.
“Terimakasih telah merepotkan kalian”
Betapa sengangnya ketika kedua orang tuaku datang, rasanya aku ingin malam ini pulang ke Indonesia berkumpul bersama saudaraku yang lainnya, karena aku sangat ingat malam ini adalah kamis malam dan besok harinya adalah hari jum’at tepat ketika semua kakak ku akan berkumpul begitu juga dengan semua keponakanku, aku sangat merindukan mereka.
***
Pagi menjelang, nampaknya wangi masakan telah tercium olehku ketika aku bangun . Rupanya Ummi telah membuatkan masakan khas Sunda untukku, betapa senangnya, kerinduanku akan kampung halaman sedikit terobati. Ummi sangat menghawatirkan penyakit yang aku derita sekarang, luka yang terjadi pada bagian kepalaku ini mengakibatkan aku harus banyak istirahat. Benturan itu memang cukup keras, sehingga aku perlu beberapa liter darah untuk menggantikan darah yang hilang.
Orangtuaku tinggal bersama kami, di sana kami bercengkrama. Menceritakan segala sesuatu yang terjadi di Indonesia, tentang lahiran kakaku yang baru saja satu tahun yang lalu beliau menikah, serta tentang bisnis abi yang sudah mengendor karena faktor usia. Memang ummi sering sekali mengeluarkan undek-undeknya Kepadaku, namun setelah aku pergi ke korea beliau jarang sekali bercerita tentang ini itu.
“Kapan pulang ke Indonesia?” abi mengawali pembicaraan antara kami.
“Pulang? Masih ada 1 bulan lagi jatah anti tinggal di sini”
“ 1 bulan?? Terlalu lama, ummi khawatir dengan keadaan kamu. Tugasnya sudah beres khan? Tunggu apalagi.”
Perkataan dari beliau memang ada benarnya, namun akupun tak bisa memungkiri aku masih ingin tinggal di sini. Tapi ya sudahlah ini pun untuk kebaikanku, toh kapan-kapan aku masih bisa berkunjung ke sini, yah kalau ada rezeki dan jatah umur. Hehe.
Kepulanganku ke Indonesia cukup mendadak, ummi telah memasan tiket jauh hari sebelum ia berangkat ke sini, dan memang niat mereka datang ke sini untuk membawa aku pulang ke Indonesia. Ku niatkan dalam diri, sebelum aku pulang aku harus berkunjung ke Nami Island, tempat yang waktu itu aku dan Hawwa kunjungi.
***
Aku memberanikan diri untuk pergi ke sana sendiri, karena sebelumnya aku pernah pergi ke sana bersama Hawwa. Aku berpamitan kepada kedua orang tuaku untuk pergi ke luar, menghabiskan sisa waktuku di korea yang hanya hitungan jam lagi, karena besok aku akan langsung menuju ke Indonesia bersama mereka.
Tak lupa seperangkat baju musim dingin aku kenakan untuk menghangatkan tubuh ini dari udara yang sangat dingin, namun tak sedingin ketika pertama kali aku menginjakkan kaki di korea. dan satu mantel aku simpan dalam tasku yang di pinjamkan Alif ketika pertama kami bertemu, entahlah rasanya aku ingin membawa mantel itu untuk hari ini.
Kereta bawah tanah yang kecepatan express tengah membawaku menuju tempat itu, suasana kereta tidak cukup ramai karena waktu yang aku pilih adalah waktu dimana orang-orang sedang melaksanakan aktifitas. Ternyata statsiun yang aku tuju telah sampai, Seoul tak ada apa-apanya di bandingkan Chuncheon-si, daerah in ternyata lebih dingin dari sebelumnya, untungnya aku membawa 2 mantel. Daerah di sini memang lebih dingin karena merupakan salah satu daerah dataran tinggi yang ada di Korea.
Ketika aku berkunjung bersama Hawwa, kami tak menyempatkan untuk berkunjung ke pulau little mermaid, pulau kecil yang berada di tengah Sungai Han, sungai yang berada di sekitar pulau Nami. Maka dari itu aku ingin ke sini dan berkunjung ke Pulau yang sedikit menyerupai mermaid itu, hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk menuju ke sana dengan menggunakan kapal Ferri.
Pepohonan yang tinggi dan ranting yang masih di tutupi oleh tebalnya salju, begitulah wajah pulau Nami dari little mermaid. Andai saja tadi aku ajak Hawwa untuk ke sini, jadi suasananya akan lebih indah. Tapi ketika akau mengajaknya dia sedang mengerjakan tugas dari dosennya, dan hari itu juga harus segera dikumpulkan. Jadi tak ada waktu untuk bersantai hari ini. Ummi, beliau tak kuat dengan cuaca dingin , di rumah pun sering sekali ia mimisan karena tak kuat merasakan dinginnya cuaca di Seoul.
Ternyata pulau ini pun tak kalah indahnya dengan pulau Nami, suasana yang dramatis dan romantis lebih terasa di sini karena di pulau kecil ini kita bisa melihat pulau nami yang eksotis itu lebih indah, tempat ini lebih sepi, hanya beberapa orang yang berkunjung ke sini. Mungkin mereka pun sama sepertiku yang hanya ingin menenangkan pikiranku sejenak dengan menikmati indahnya pesona pulau ini.
Dinginnya udara di sini membawa langkahku menuju salah satu penjual teh kopi yang berada di dekat pagar dekat sungai Han, teh kopi akan sedikit mengahangatkan badanku yang telah terasa dingin ini.
Tiba-tiba muncul sesosok pria berada di dekatku, rupanya beliau pun sama ingin membeli teh kopi, maklumlah udara dingin cocoknya memakan makanan yang hangat. Ketika aku akan membayar teh kopi itu, tiba-tiba minuman itu tumpah dan membasahi baju pria yang berada di dekatku.
“Mian hae... “ sontak aku meminta maaf padanya, sambil membungkukan tubuhku ala orang korea umumnya.
“Cheonmaneyo..”
Aku langsung mengusap bajunya dan badanku menjadi sedikit membungkuk.
“Anti?...”
Tersontak ketika aku mendengar namaku di panggil olehnya, langsung wajahku menegadah ke arahnya dan..
“A...a...a....lif sedang apa di sini?” deg tiba-tiba aliran darahku menjadi cepat, seolah-olah di kejar karena merasa bersalah. Dari dulu sampai sekarang memang masih seperti ini, ketika akau mendengar namanya apalagi bertemu pasti saja dada ini selalu bergetar lebih cepat.
“Pulau ini sering aku kunjungi, ketika hatiku merasa gundah, atupun senang aku pasti menyempatkan untuk berkunjung ke tempat ini. kamu sendiri?”
“aku baru pertama kalinya ke sini, maaf ya atas kopinya tadi. sekarang mantel yang kamu pakai jadi basah.” Oh iya, pantesan aja firasatku ingin membawa mantel Alif, ternyata kita bertemu di sini.
“Oh iya, aku kembalikan mantel ini masih ingat khan? Mantel yang waktu itu kamu pinjamkan ketika aku pingsan di airport. Sekarang kamu lebih membutuhkan, afwan aku gak bawa semuanya.” aku menyerahkan mantel itu pada Alif, Sembari langkah kaki kemi menuju tempat duduk dekat sungai Han
“Oh iya, syukran ukht. Ga apa-apa ko, lain kali aja kalau kita ketemu lagi Bagaimana keadaan antum? Apa sudah merasa lebih baik?” teh kopi menemani perbincangan kami.
“ALHAMDULILLAH, LEBIH BAIK, ALLAHU AKBAR” lantang aku melantunkan yel-yel kami ketika di SMA dulu, tanpa kami sadari orang di sekeliling melirik aneh ke arah kami, rupanya auman ku terlalu keras, kami sedikit tertawa kareana hal itu. sore yang indah.
Suasana menjadi hangat ketika ada Alif, kami berbincang tentang ini dan itu sudah 3 tahun kami tak bersua, sangat canggung rasanya. Ketika masa SMA Alif pernah mengikuti perlombaan membuat cerpen di salah satu majalah remaja ternama, dan ternyata cerpen yang ia kirimkan itu berhasil mendapat juara. Dari sanalah beliau menjadi novelis yang terkenal sampai sekarang. Karyanya yang selalu menjadi motivasi bagi para pembacanya. Aku pribadi merasa sangat kagum telah mengenalnya. Dan dari beliaulah aku merasa termotivasi untuk bisa menulis.
Tak terasa waktu terus berlalu, hari semakin siang kami belum melaksanakan shalat dzuhur, waktu menunjukkan pukul 12 lewat 15 menit tertera di jam tanganku yang sudah sangat jadul ini, bisa di bilang jam tangan adlah barang favorite ku karena barang yang satu ini memberikan kenangan manis bagiku, sesuatu yang spesial pemberian dari temanku ketika SMA dan aku akan selalu mengingatnya dengan membiarkan barang ini terus melekat di tanganku. Selain itu pula, barang yang satu itu selalu mengingatkanku untuk menghargai waktu mempergunakannya sebaik mungkin, waktu akan menjadi saksi kuat ketika kita sumua dikumpulkan di padang mahsyar, ketika buku catatan amal di bagikan kita tak bisa mengelak dengan segala kenyataan karena ketika itu semua akan menjadi saksi hanya mulutlah yang terkunci rapat termasuk waktu. ketika itulah aku berusaha untuk tepat waktu, meninggalkan kebiasaan buruk ketika SMA.
“Sepetinya sudah dzuhur, meskipun senandung adzan tak terdengar dari sini” tutur Alif mengingatkan.
“oh iya. Sepertinya lumayan jauh daerah yang terdapat mesjid sekitar sini.”
“ya... gak apa-apalah, anti mau ikut bantuin cari mesjidnya?”
“hmmm... boleh deh”
Langsung kami menuju kapal Ferri yang akan mengantarkan menuju pulau Nami, dulu aku sempat berkhayal untuk bisa melihat cahaya fajar di atas ayunan ombak. Dan sekarang mimpi itu menjadi kenyataan, meskipun bukan cahaya fajar yang aku lihat namun aku bersama cahaya fajar melihat Pulau Nami yang indah, cahaya fajar menandai waktu besok kan tiba, setelah kegelapan menutupi jagat raya maka muncullah cahaya fajar yang menghangatkan dunia. Diantara deretan cahaya fajar yang aku punya, Alif menjadi salah satu diantaranya.
Untuk menuju mesjid yang kita tuju rupanya kami harus menggunakan jasa angkutan umum bis sebagai kendaraaan menuju ke sana. Ternyata dari daerah Chuncheon-si lumayan dekat dengan mesjid akbar yang sering kami datangi untuk halaqahan di sini. Kami shalat berjamaah dengan diikuti makmum yang lainnya dan Alif yang menjadi imam ketika itu.
Kami pun berpisah di sini, di sebuah mesjid Bumi Allah yang mulia.
Korea, menanamkan kenangan indah yang akan berbuah manis di masa depan.
**Part 1**



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

1 comments:

Unknown mengatakan...

Tetap berkarya.. Dinanti postingan selanjutnya.. :)

Posting Komentar